Kamis, 01 Mei 2014

DO'A QUNUT DAN DASARNYA

BAB I
PENDAHULUAN


Latar belakang

Masalah furu’iyah dalam agama Islam memang menjadi sebuah kajian yang sangat menarik bila dicermati sehingga terkadang menjadi sebuah perbedaan yang mencolok apabila difahami secara sepihak, terlebih menjadi ajang perdebatan yang tak berujung sehingga terkadang dijumpai golongan yang tidak sejalan diklaim tidak mengikuti aturan dalam agama Islam secara benar.
Hal seperti inilah yang seharusnya diluruskan dengan jalan menelaah kembali dasar hokum yang benar sehingga bagi yang menjalankan merasa lebih mantap mengamalkan, begitu juga bagi yang tidak mengamalkan tidak mengklaim sesat atau pembid’ahan terhadap golongan lain.
Begitu juga dengan pelaksanaan doa Qunut dalam Shalat, terdapat perbedaan dalam ummat Islam, ada sebagian golongan yang melakukan juga meninggalkannya dalam rangkaian Shalat yang disunnahkan untuk membacanya. Hal ini terjadi bukan tanpa alasan mengingat banyaknya literature Islam yang dijadikan acuan masing-masing golongan yang memang berbeda antara golongan satu dengan yang lain sedangkan perbedaan dalam Islam selama tidak keluar dari koridor syariah apalagi aqidah adalah merupakan rahmat bagi ummat Islam itu sendiri.
Disinilah yang membuat kami menulis makalah agar bisa dijadikan media pembahasan dalam memahami kajian keilmuan tentang amaliah aswaja yang dalam makalah ini kami angkat pembahasan seputar pelaksanaan doa Qunut, semoga menjadi tambahan Khazanah keilmuan bagi kami khususnya serta para pembaca pada umumnya.

Rumusan masalah
Berdasarkan judul yang telah dipilihkan. Mengingat cakupan permasalahan tentang pelaksanaan doa Qunut terjadi Khilafiyah oleh para ulama, maka penulis perlu membatasi masalah-masalah pada makalah ini ke dalam beberapa rumusan masalah, diantaranya:
1.    Pengertian Qunut dan Macam- macamnya
2.    Hukum membaca Qunut dalam shalat
3.    Cara melakukan doa qunut

Tujuan penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan karya tulis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kulian Ahlussunnah Wal Jamaah 1 semester ganjil.
Adapun Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah :
1.    Mengetahui Pengertian Qunut dan Macam- macamnya
2.    Mengetahui Hukum membaca Qunut dalam shalat
3.    Mengetahui cara melakukan doa qunut
  
BAB II
LANDASAN TEORI
 

A.    Pengertian Qunut
Secara bahasa (etimologi) Kata Qunut berasal dari kata Qanata yang artinya patuh dalam mengabdi (kepada Allah). Qunut mempunyai beberapa arti, antara lain berarti tegak, taat berbakti, berdoa sambil berdiri, berlaku ikhlas dan berdiam diri dalam sholat mendengarkan bacaan imam. 
Adapun pengertian Qunut menurut istilah (terminology), adalah Dzikir-dzikir  khusus yang mencakup atas doa dan pujian kepada Allah SWT. Dengan menggunakan Syighat-syighat atau bentuk kalimat yang dikehendaki serta mencakup kandungan doa dan pujian tersebut
Syeikh Nawawi al-Bantani menambahkan dalam kitab al-Tsimar al-Yani’ah bahwa Qunut adalah Dzikir-dzikir  khusus yang mencakup atas doa dan pujian kepada Allah SWT. Walaupun berupa ayat al-Qur an, jika rangkaian dzikir tersebut tidak mencakup atas doa dan pujian kepada Allah SWT. Maka tidak termasuk Qunut baik itu dilaksanakan dalam shalat Subuh maupun Shalat Witir.  Dikatakan oleh sebagian Ulama bahwa dalam Qunut Witir ditambahkan ayat akhir dari surat al-Baqoroh dengan ketentuan harus diniatkan sebagai Qunut, karena pembacaan ayat selain rukun  yang berdiri hukumnya makruh.
Ayat akhir dari surat al-Baqoroh adalah sebagai berikut :
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَئْنَا, رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا, رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ, وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا, أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْناَ عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
Pengertian Qunut  juga bisa dimaknai sebagai sebuah doa yang disisipkan dalam sholat, yang dibaca ketika i’tidal (berdiri setelah bangun dari ruku’) sesudah membaca lafadz ”sami ’allahu liman hamidah” pada rakaat terakhir sholat shubuh atau sholat witir yang dilakukan setelah pertengahan bulan Ramadhan.
B.    Macam-macam Qunut
Di dalam Islam, pelaksnaan doa Qunut secara garis besar terbagi menjadi dua macam:
1.    Qunut Shalat Subuh  yaitu doa Qunut yang dibaca pada waktu I’tidal (berdiri setelah ruku’) setiap akhir roka’at pada shalat subuh dan shalat Witir pada pertengahan akhir Ramadhan,   Qunut Jenis ini dihukumi dengan Sunnah Ab’adl yakni sunnah yang termasuk bagian dari shalat sehingga ketika ditinggalkan maka dianjurkan untuk menggantinya dengan sujud sahwi

2.    Qunut Shalat Witir  yaitu doa Qunut yang dibaca pada waktu I’tidal (berdiri setelah ruku’) setiap akhir roka’at shalat Witir pada pertengahan akhir Ramadhan, yakni dari malam 16 bulan Ramadhan sampai akhir Ramadhan, Qunut Jenis ini dihukumi dengan Sunnah Ab’adl dikalangan ulama Syafi’iyah  

3.    Qunut Nazilah yaitu Qunut yang dilakukan atau dibaca saat adanya bencana Semisal terjadi bencana besar yang melanda suau daerah, kelaparan, diserang musuh dsb. Qunut ini juga dibaca pada rakaat terakhir setiap shalat fardlu akan tetapi tidak dianjurkan/disunnahkan sujud sahwi ketika meninggalkannya karena tidak termasuk sunnah Ab’adl

BAB III
PEMBAHASAN

 Hukum Membaca Qunut Subuh
Di dalam madzab Syafi’i sudah disepakati bahwa membaca doa Qunut dalam shalat subuh pada I’tidal rekaat kedua adalah Sunnah Ab’adl. artinya diberi pahala bagi yang mengerjakannya dan bagi yang lupa mengerjakannya disunnahkan menambalnya dengan sujud  syahwi. Hal ini sebagaimana dikutip oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad dari kitab Al-Majmu’  oleh Imam Nawawi dalam:
Dalam madzab Syafi’i disunnatkan Qunut pada waktu shalat subuh baik ketika turun bencana atau tidak. Dengan hukum inilah berpegang mayoritas ulama salaf dan orang-orang yang sesudah mereka. Dan diantara yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar as-shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin affan,  Ali bin abi thalib, Ibnu abbas, Barra’ bin Azib – semoga Allah meridhoi mereka semua.(Al-Majmu’ Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab Juz 1 Hal. 504) 
Pada dasarnya persoalan membaca Qunut atau tidak dalam shalat shubuh telah menjadi perselisihan di kalangan ulama sejak generasi salaf yang shaleh. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, membaca Qunut tidak disunnahkan dalam shalat shubuh. Sementara menurut Imam Malik dan Imam al-Syafi’i, membaca Qunut disunnahkan dalam shalat shubuh. Kedua pendapat tersebut, baik yang mengatakan sunnah atau tidak, sama-sama berdalil dengan hadits-hadits Rasulullah SAW. Hanya saja pendapat yang satunya berpandangan bahwa riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW tidak membaca Qunut itu lebih kuat. Sementara pendapat yang satunya lagi berpendapat bahwa riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW membaca Qunut justru yang lebih kuat. Jadi pandangan kaum Salafi-Wahabi dan golongan lainya yang sependapat dengan mereka yang mengatakan bahwa membaca Qunut itu tidak ikut Rasulullah SAW adalah salah dan tidak benar.
Berikut ini adalah perbedaan pendapat para Imam Madzahib al-Arba’ah  tentang pelaksanaan doa Qunut dalam shalat: 
1.    Madzab Hanafi :
Disunatkan Qunut pada shalat witir dan tempatnya sebelum ruku. Adapun Qunut pada shalat subuh tidak disunatkan . Sedangkan Qunut Nazilah disunatkan tetapi ada shalat jahriyah saja.
2.    Madzab Maliki :
Disunnatkan Qunut pada shalat subuh dan tempatnya yang lebih utama adalah sebelum ruku,  tetapi boleh juga dilakukan setelah ruku. Adapun Qunut selain subuh yakni Qunut witir dan  Nazilah, maka keduanya dimakruhkan.
3.    Madzab Syafi’i
Disunnatkan Qunut pada waktu subuh dan tempatnya sesudah ruku . Begitu juga disunnatkan Qunut nazilah dan Qunut witir pada pertengahan bulan ramadhan.
4.    Madzab Hambali
Disunnatkan Qunut pada shalat witir dan tempatnya sesudah ruku . Adapun Qunut subuh tidak disunnahkan.Sedangkan Qunut nazilah disunatkan dan dilakukan diwaktu subuh saja.

Dalil-dalil pelaksanaan doa Qunut
Perbedaan pendapat oleh para ulama diatas semuanya bukan tanpa alasan, semua melalui proses ijtihad dengan beistinbat dari sumber hokum utama yaitu al-Qur’an dan as-Sunah. Diantara dalil yang menjadi umber hokum mereka antara lain:
1.    Riwayat dari Anas bin Malik RA. :
مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّّّّّّّنْيَا
“Rasulullah SAW tidak henti membaca Qunut dalam shalat Fajar hingga beliau meninggal dunia” (Musnad Ahmad bin Hambal)
Melihat dari hadits diatas terlihat jelas bahwa Rasulullah melaksanakan doa Qunut dalam shalat Subuh sampai beliau wafat.
2.    Riwayat dari Anas bin Malik RA . :
اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوْعِ يَدْعُوْ عَلَى أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ (متفق عليه) وَزَادَ الدارقطني : فَأَمَّا فِى الصُّبْحِ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
“Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. Melakukan Qunut selama sebulan setelah ruku’ mendoakan atas segolongan orang Arab kemudian meninggalkannya” (Muttafaq’Alaih) Imam Daruquthni menambahkan : adapun didalam shalat Shubuh maka beliau tidak henti-hentinya melakukan Qunut sampai beliau meninggal dunia”

Hadits ini yang dijadikan rujukan oleh para ulama tentang disunnahkannya Qunut Nazilah disetiap shalat ketika terjadi bencana taupun serangan musuh. Alwi Abbas al-Maliki mengomentari pada lafadz  ثُمَّ تَرَكَهُ ini bahwa setelah sebulan Rasul melakukan Qunut beliau meninggalkan di empat Shalat Fardlu kecuali Shubuh. Adapun dalam shalat Shubuh beliau lakukan secara terus menerus sebagaimana hadits nomer 1 diatas.

3.    Riwayat dari Anas bin Malik RA . :
اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَقْنُتُ اِلاَّ اِذَا دَعَا لِقَوْمٍ اَوْ دَعَا عَلَى قَوْمٍ
“Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. Tidak Melakukan Qunut kecuali ketika beliau mendoakan kebaikan suatu kaum  atau keburukan suatu kaum ”

Hadits ini juga yang dijadikan rujukan oleh para ulama tentang disunnahkannya Qunut Nazilah. Dengan ini dpat diketahui bahwa doa Qunut dilakukan ketika terjadi hal-hal yang genting dikalangan umat Islam.

4.    Riwayat Said bin Thariq al-Asyja’i RA.  :
قُلْتُ ِلأَبِيْ, يَا أَبَتِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ أَفَكَانُوْا يَقْنُتُوْنَ فِى الْفَجْرِ؟ قَالَ أَيْ بُنَيّ مُحْدَثٌ.
“Aku berkata kepada bapakku: wahai bapakku, sesungguhnya engkau telah shalat dibelakang Rasulullah SAW., Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, apakah mereka melakukan Qunut di Shalat Fajar? Beliau menjawab, wahai anakku, itu sesuatu yang baru (diada-akan)”.

Hadits ini yang dijadikan rujukan imam Ahmad dan Imam Hanafi tentang tidak dilakukannya Qunut dalam shalat Subuh.
Adapun macam-macam rangkaian doa Qunut yang dipakai dalam Shalat antara lain :
a)    Bacaan doa Qunut yang paling utama yang warid (diajarkan langsung) oleh Nabi Muhammad SAW.
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قََضَيْتَ، فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
b)    Bacaan doa Qunut Umar bin al-Khatttab
َاللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ وَنُؤْمِنُ بِكَ, وَنَخْلَعُ مَنْ يَفْجُرُكَ, اَللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ, وَاِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ, نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ, إِنَّ عَذَابَكَ الْحِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ, اَللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ, وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ, وَيُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ, اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ, وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ, وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ, وَاَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ, وَاجْعَلْ فِى قُلُوْبِهِمُ اْلإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ, وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوْا بِعَهْدِكَ الَّذِيْ عًاهَدْتَهُمِ عَلَيْهِ, وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِِِّكَ وَعَدُوِّهِمْ اِلَهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ. 

Para Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa disunnahkan menggabungkan kedua Qunut ini yakni antara Qunut yang diriwayatkan oleh Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib dengan Qunut yang pernah dibaca oleh Umar bin Khattab, jika digabungkan maka yang paling shohih adalah mengakhirkan Qunut Umar, jika memilih salah satunya maka lebih utama yang awal, akan tetapi penggabungan ini hanya disunnahkan jika seseorang shalat secara munfarid (sendirian) atau seorang Imam dengan ridlonya jamaah dengan memanjangkannya .

Seperti yang telah diterangkan diatas bahwa Qunut memuat dzikir-dzikir  khusus yang mencakup atas doa dan pujian kepada Allah SWT. Maka secara fiqih tidaklah terbatas pada dua rangkaian doa diatas, akan tetapi rangkaian doa apapun yang memuat dua kriteria (doa dan pujian) maka bisa dikategorikan sebagai Qunut . Misalnya :
اَللَّهُمَّ اغْفِر لِيْ يَا غَفُوْرُ
Lafadz diatas mengandung unsur doa yakni  اَللَّهُمَّ اغْفِر لِيْ  (Ya Allah ampunilah aku) dan pujian (Tsana’) yakni يَا غَفُوْرُ  (wahai Dzat yang maha pengampun) maka jika ditarik kesimpulan dari pengerian terminologi Qunut bisa mencukupi sebagai Qunut

Tempat melaksanakan doa Qunut
Seperti yang telah diterangkan diatas bahwa Tempat Qunut menurut mayoritas para ulama adalah Sesudah ruku’ pada rekaat terakhir seperti yang tersebut dalam kitab Al-majmu  bahwa : “Tempat Qunut itu adalah sesudah mengangkat kepala dari ruku’. Ini adalah ucapan Abu Bakar as-shidiq, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan serta Ali bin Abi Thalib RA.
Imam Nawawi menyebutkan pendapat ulama Syafi’iyah bahwa Qunut itu disunnahkan untuk senantiasa dilakukan dalam shalat shubuh. Adapun diselain shalat shubuh maka ada tiga pendapat dan pendapat yang benar dan masyhur adalah bahwa jika terjadi bencana seperti (serangan musuh), kekeringan, wabah, kekurangan air, marabahaya yang menimpa kaum muslimin atau sejenisnya maka mereka (kaum muslimin) disunnahkan melakukan Qunut di semua shalat wajib dan jika tidak terjadi becana maka tidak (Qunut) ini yang disebut dengan Qunut Nazilah.
Imam Malik dan Syafi’i berpendapat bahwa membaca Qunut bisa dilakukan didalam sholat shubuh namun tidak demikian halnya Imam Abu Hanifah dan Ahmad yang berpendapat bahwa tidak disunnahkan membaca Qunut didalam shalat shubuh atau shalat wajib lainnya. Jadi membaca Qunut bisa dilakukan di setiap shalat fardhu saat terjadi suatu bencana, musibah atau marabahaya yang menimpa kaum muslimin, baik shalat shubuh, zhuhur, ashar, maghrib maupun isya.
Akan tetapi tidaklah disyariatkan melakukan Qunut di saat shalat maghrib atau shalat fardhu lainnya kecuali shubuh - sebagaimana pendapat Imam Malik dan Syafi’I diatas - ketika tidak ada musibah, bencana atau marabahaya yang menimpa kaum muslimin
.
 Cara melaksanakan doa Qunut
Semua doa memerlukan adab dan tata cara sesuai dengan ketantuan masing-masing seperti halnya disunnahkan mengangkat kedua tangan ketika berdoa, mengusapkan kedua telapak tangan sesudahnya dll. Dalam pelaksanaan doa Qunut terjadi perbedaan pendapat oleh para ulama mengenai tata cara doa sebagaimana umumnya. Pertama, yang paling shohih adalah disunnahkan mengangkat kedua tangan dengan tidak mengusapkannya setelah selesai doa. Kedua, disunnahkan mengangkat kedua tangan dan mengusapkannya setelah selesai doa. Dan ketiga, tidak disunnahkan mengangkat kedua tangan dan tidak pula mengusapkannya setelah selesai doa.
Syeikh Nawawi al-Bantani mengatakan, disunnahkan mengangkat kedua tangan dengan sejajar kedua bahunya dan terbuka dalam doa Qunut sekalipun ketika membaca Tsana’ (pujian) seperti halnya doa-doa yang lain karena itba’, dan di sunnahkan pula mengangkat bagian dalam telapak tangan kearah langit ketika berdoa memohon keberhasilan sesuatu yang ingin diraih serta membalikkan telapak tangan ketika memohon dijauhkan dari hal yang tidak di inginkan, .
Disunnahkan juga bagi imam membaca doa Qunut dengan keras baik dalam shalat yang jahriyah maupun sirriyah sebatas dapat didengar oleh para jamaah walaupun sebagaimana bacaan keras ketika membaca Surat al-Qur an. Bagi orang yang shalat sendirian disunnahkan membaca pelan pada selain Qunut nazilah, adapaun dalam Qunut nazilah maka disunnahkan membacanya dengan keras. Bagi makmum disunnahkan mengamini dengan keras ketika mendengar bacaan imamnya begitu juga ketika bacaan shalawat juga disunnahkan untuk diamini seperti yang di ilhaq-kan oleh ath-Thabari menurut pendapat yang mu’tamad (kuat)


BAB IV
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa do’a Qunut merupakan bagian dari shalat subuh dan witir dipertengahan akhir Ramadhan dan bersifat sunnah ab’adl yakni bagian dari Shalat yang ketka ditinggalkan baik karena lupa ataupun disengaja maka disunnahkan pula untuk menggantinya denga sujud sahwi dan boleh diterapkan dalam beberapa shalat yang telah ditentukan sebagai bentuk Qunut Nazilah karena hal-hal yang melatar belakanginya seperti terjadinya encana dll. Seperti yang telah dibahas dalam pembahasan makalah ini.

B.    Saran
Seorang ahli hikmah berkata “Idza tamma al-amru bada naqshuhu” artinya ketika sesuatu telah sempurna (selesai) maka akan terlhat kekurangannya” begitu juga dengan makalah yang penulis susun sudah pasti banyak kekurangan yang menanti untuk disempurnakan oleh siapapun yang lebih tahu dan berkompeten dibidangnya, maka dari itu apa yang tertuang dalam makalah ini masih sangat perlu untuk dikaji dan diteliti secara lebih mendalam sehingga nantinya menjadi suatu disiplin ilmu yang benar dan bermanfaat bagi semua.

DAFTAR PUSTAKA

Abdusshomad, Muhyiddin, Fiqih Tradisionalis Surabaya: Pustaka Bayan kerjasama dengan Khalista, 2006. Cet. 5
Al-Atsqalani, Ibnu Hajar,  Bulugh al-Maram  Surabaya: Dar  al-Ihya, al-Kutub al-Arabiyah,  t.th
Al-Bantani, Abi Abdil Mu’thi, Muhammad Nawawi, Kasyifah Al-Syaja Syarh Safinah Al-Naja  Semarang : cv. Pustaka Al-Alawiyah. t.th
Al-Bantani, Muhammad Nawawi, al-Tsimar al-Yani’ah Syarh a-Riyadl al-Badi’ah, Semarang : cv. Pustaka Al-Alawiyah, t.th
Al-Maliki, Alwi Abbas dan Hasan Sulaiman al-Nuri, Ibanah al-Ahkam Syarh Bulugh al-Maram, Surabaya: Al-Hidayah,  t.th
An-Nawawi, Abi Zakariya Yahya bin Syarafuddin, , al-Adzkar  (Surabaya: Al-Hidayah, t.th
Munawwir,  Ahmad Warson,  Kamus Al_Munawwir , Surabaya : Pustaka Progressif, 2002. Cet. 25

1 komentar so far


EmoticonEmoticon