Rabu, 02 September 2015

PEMERINTAHAN KHULAFAUR RASYIDIN


POTRET PEMERINTAHAN KHULAFAUR RASYIDIN

Khulafaur Rasyidin (Khalifah)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester IV
Mata Kuliah Fiqh Siayasah
Dosen Pengampu: M. Husni Arafat, Lc., M.S.I.
 

Disusun Oleh: 
1.      Achmad Miftachul Alim
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU)
JEPARA
2015

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kami diberikan kesehatan untuk dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Salawat salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga sahabatnya.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas kelompok di Semester IV mata kuliah Fiqh Siyasah fakultas Syari’ah prodi Al-Ahwal As-Syakhsiyyah Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU), di mana judul makalahnya adalah “Potret Pemerintahan Khulafaur Rasyidin” .
Dalam menyusun makalah ini, ternyata tidak mungkin terlaksana apabila tanpa semangat, dukungan, serta bimbingan dari pihak-pihak yang sangat kami hormati. Oleh karena itu, pertama kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Husni Arafat, Lc., M.SI. selaku dosen mata kuliah Fiqh Siyasah yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini. Kedua, kami berterima kasih kepada kedua orang tua kami atas doa dan dukungan moril maupun materil yang telah diberikannya. Kemudian, kami juga berterima kasih kepada sahabat-sahabat kami di fakultas Syari’ah prodi Al-Ahwal As-Syakhsiyyah Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU), yang telah membantu kami demi kelancaran penulisan maklah ini.
Akhirnya makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang diharapkan, dan kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat. Amin…
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jepara, 6 April 2015
Kelompok 3DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR    ii
DAFTAR ISI    iii
A.    PENDAHULUAN    1
I.    Latar Belakang    1
II. RumusanMasalah    1
III. Tujuan    2
B.    PEMBAHASAN    3
1.    Pemerintahan Abu Bakar as-Shiddiq    3
2.    Pemerintahan Umar bin Khattab    5
3.    Pemerintahan Usman bin Affan    9
4.    Pemerintahan Ali bin Abi Thalib    10

C.    PENUTUP    12
1.    Kesimpulan    12
2.    Saran    12
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Persoalan siyasah yang pertama yang dihadapi kaum muslimin setelah Rasullullah wafat adalah suksesi politik. Sebagaimana dimaklumi, Rasulullah tidak menentukan siapa yang akan menggantikannya dan bagaimana mekanisme pergantian itu dilakukan. Oleh sebab itu, dalam sejarah Islam, dikenal bebagai mekanisme penetapan kepala negara, dan tentu saja, dengan berbagai kriteria yang sesuai dengan sosiohistoris yang ada. Dalam kasus Khulafa al-Rasyidiin, sebagai contoh, Abu Bakar ditetapkan berdasarkan “pemilihan suatu musyawarah terbuka”, Umar bin al-Khattab ditetapkan berdasarkan “penunjukan kepala negara pendahulunya”, Usman bin al-Affan ditetapkan berdasarkan “pemilihan dalam suatu dewan formatur”, dan Ali bin Abi Thalib ditetapkan berdasarkan pemilihan melalui masyarakat dalam pertemua terbuka” (cf. Munawir). Kenyataan demikian dimugkinkan oleh perubahan sosial-budaya dan dengan demikian menampilkan karakter siyasah yang berbeda dari waktu ke waktu dari tempat ke tempat.
Berikut ini akan dipaparkan bagaimana siyasah pada masa Khulafa al-Rasyidiin, bagaimana mereka menghadapi dan mengendalikan masyarakat Islam.

B.    Rumusan Masalah
a.    Bagaimana karakter pemerintahan pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq?
b.    Bagaimana karakter pemerintahan pada masaUmar bin Khattab?
c.    Bagaimana karakter pemerintahan pada masaUsman bin Affan?
d.    Bagaimana karakter pemerintahan pada masaAli bin Abi Thalib?

C.    Tujuan
a.    Mengetahui dan memahami karakterpemerintahan pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq.
b.    Mengetahui dan memahami karakterpemerintahan pada masa Umar bin Khattab.
c.    Mengetahui dan memahami karakterpemerintahan pada masa Usman bin Affan.
d.    Mengetahui dan memahami karakterpemerintahan pada masa Ali bin Abi Thalib.

PEMBAHASAN

PEMERINTAHAN KHULAFAUR RASYIDIN

1.    Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar dilahirkan dengan nama Abdullah ibn Abi Qahafah, sebelum ia memeluk Islam, ia mendapat julukan dengan nama Abdul Ka’bah. Setelah masuk Islam ia diberi nama oleh Rasulullah dengan sebutan Abdullah. Sebutan lain baginya adalah Atik (artinya lolos/lepas).  Pemilihan Abu Bakar yang terjadi di Saqifah tampak tidak berjalan mulus tanpa hambatan. Pemilihan Abu Bakar itu tidak diterima oleh semua pihak. Pada bai’at Saqifah, yang disebut dengan bai’at khusus, terdapat Sa’ad bin Ubadah yang sampai akhir hayatnya tidak mau berbai’at. Ketika kemudian dilakukan bai’at di Masjid Nabawi, yang disebut bai’at umum, pihak-pihak yang tidak ikut membai’at Abu Bakar dari kalangan Muhajirin adalah Abbas bin Abdul Muthalib, Fadl bin al-Abbas, Zubair bin Awwam bin al-Ash, Khalid bin Sa’id, Miqda bin Amr, Salman al-Farisi, Abu Dzar al-Ghiffari, Ammar bin Yasir, Bara’ bin Azib, dan Ubay bin Ka’ab.
Penentang Abu Bakar yang paling keras dari kalangan Muhajirin Adalah Fatimah putri Rasulullah. Fatimah sangat kecewa kepada Abu Bakar terutama karena tiga hal, pertama, Abu Bakar meninggalkan Rasulullah tanpa segera dikuburkan, tetapi justru berebut kekuasaan, kedua, Fatimah menuntut warisan Fadak, sebidang kebun di luar Madinah, yang telah diberikan Rasulullah ketika masih hidup namun Abu Bakar menolak memberikannya dengan alasan bahwa “para Nabi tidak mewariskan, dan yang mereka tinggalkan adalah sedekah”, dan ketiga, Abu Bakar bertindak melewat batas dengan memerintah penyerbuan rumah Fatimah.
Pada waktu terjadi bai’at di Masjid Nabawi, Abu Bakar mengucapkan pidato. Dari pidato Abu Bakar, tampak adanya garis politik dan kebijaksanaannya, yaitu sebagai berikut:
a.    Bertekad untuk melaksanakan prinsip-prinsip pemerintahan yang telah diletakkan oleh Rasulullah, yakni melaksanakan syari’at Islam,
b.    Melaksanakan musyawarah,
c.    Menjamin hak-hak umat secara adil,
d.    Melindungi ketaatan rakyat terhadap pemimpin selama pemimpin itu taat kepada Allah dan Rasulullah,
e.    Melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar,
f.    Mendorong terwujudnya kehidupan takwa.
Tantangan pertama pemerintahan Abu Bakar adalah menunjukkan kepada para penentangnya bahwa ia tampil sebagai pemimpin untuk menyelamatkan umat Muhammad dari fitnah atau perpecahan internal umat Islam dan tindakan murtad dari mereka yang masih lemah iman.
Pada masa ini, timbul persoalan-persoalan yang tidak timbul pada masa Nabi. Oleh karena itu, terdapat beberapa pemecahan masalah yang diambil oleh Abu Bakar, dan dalam hal ini dapat dipandang sebagai fakta siyasah. Adanya kelompok masyarakat yang enggan mengeluarkan zakat, karena zakat hanya wajib dikeluarkan pada waktu Rasul masih hidup.
Sesudah Abu Bakar mampu menghempaskan keinginan kaum pembangkang di Dzil Qassah, kaum muslimin berduyun-duyun kembali membayar zakat. Mula-mula adalah Shafwan dan Zibriqan, tokoh-tokoh masyarakat dari Bani Tamim. Disusul kemudian dengan Adi ibn Hatim ath-Tha’i dari suku Tha’i. Kaum muslimin yang berada di Madinah merasa sangat yakin bahwa Allah akan membantu khalifah Abu Bakar memerangi kemurtadan dan membela kebenaran. Kecerdasan pikiran dan kematangan perhitungan Abu Bakar mampu membaca situasi menguntungkan seperti ini. Ia bertekad untuk tidak memberikan kesempatan dan ruang gerak musuh-musuh Islam. Mereka harus diperlemah kekuatannya, supaya tidak memiliki kesempatan utuk menggoyahkan kesatuan kaum muslimin.

2.    Pemerintahan Umar bin Khattab

Umar bin Khattab bin Nufail bin Abd al-‘Uzza in Ribah bin Abdullah bin Qurat bin Zuhrah bin ‘Adi bin Ka’bah bin Luwayy bin Fihr bin Malik.  Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah melalui suara wasiat yang dibuat oleh Abu Bakar, pengangkatan Umar ini diterima dengan baik oleh semua umat Islam ketika itu, menurut Syibli, Umar menerapkan demokrasi, dan walaupun disebabkan oleh kondisi-kondisi khas zaman itu prinsip tersebut tidak dapat dikembangkan dalam semua aspek dan implikasinya, syarat-syarat yang esensial bagi suatu bentuk pemerintahan yang demokratis telah dilahirkan.
Banyak pengalaman dan ilmu yang diperoleh di daerah yang ditaklukkan oleh khalifah Umar bin Khattab. Misalnya saja penaklukan Persia dan Bizantium. Untuk mengatasi persoalan tersebut, khalifah Umar bin Khattab mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.    Membagi wilayah-wilayah taklukan yang luas menjadi beberapa propinsi,
b.    Menyusun tata aturan dan tata tertib pengaturan administrasi negara,
c.    Dibuat beberapa jawatan-jawatan dalam mengatur pemerintahan. Jawatan-jawatan tersebut antara lain Jawatan Pos, Pengawasan Timbangan-timbangan Takaran, Jawatan Pertahanan Negara, Baitul Mal, dan sebagainya.
Umar bin al-Khattab merupakan khalifah yang banyak sekali memberikan contoh-contoh siyasah. Di antaranya penerapan bea impor, dan pada masa itu berlaku atas dasar keseimbangan. Dalam hal ini seimbang dengan bea impor yang dikenakan negara-negara nonmuslim kepada pedagan-pedagang muslim.
Di bidang pemerintahan, langkah pertama yang dilakukan Umar sebagai khalifah adalah meneruskan kebijaksanaan yang telah ditempuh Abu Bakar dalam perluasan wilayah Islam ke luar Semenanjung Arabia. Pada masanya, terjadi ekspansi kekuasaan Islam secara besar-besaran sehingga periode ini lebih dikenal dengan nama periode Futuhat Al-Islamiyyah (perluasan wilayah Islam). Berturut-turut pasukan Islam berhasil menduduki Suriah, Irak, Mesir, Palestina dan Persia.
Dalam melaksanakan kebijaksanaan pemerintahannya, Umar membentuk kebijakan di berbagai bidang, antara lain:
a.    Administrasi Pemerintahan
Umar berjasa membentuk Majlis Permusyawaratan, Anggota Dewan, dan memisahkan lembaga-lembaga peradilan. Ia juga membagi wilayah Islam menjadi 8 propinsi yang membawahi beberapa distrik dan subdistrik. Untuk masing-masing distrik itu diangkat pegawai khusus selaku gubernur. Gaji mereka ditertibkan. Selain itu, administrasi pajak juga dibenahi.
b.    Pertahanan
Untuk kepentingan pertahanan, keamanan, dan ketertiban dalam masyarakat, didirikanlah lembaga kepolisian, korps militer dengan tentara terdaftar.
c.    Peradilan Islam
Umar melakukan pembenahan peradilan. Dialah yang mula-mula meletakkan prinsip-prinsip peradilan dengan menyusun sebuah risalah yang disebut Dustur Umar atau Risalah al-Qodho’ yang kemudian dikirimkan kepada Abu Musa al-Asy’ari, qodhi di Kufah, yang isinya mengandung pokok-pokok penyelesaian perkara di muka sidang.
d.    Dalam Bidang Hukum
Dalam bidang hukum, ijtihadnya adalah mengenai pembagian harta warisan, perumusan prinsip kias, talak tiga, pendirian pengadilan-pengadilan, pengangkatan para hakim, pemakaian cambuk dalam melaksanakan hukum badan, penetapan hukuman 80 kali dera bagi pemabuk, pemungutan zakat atas kuda yang diperdagangkan, dan larangan penyebutan nama-nama wanita dalam lirik syair, penentuan kalender hijriyah juga merupakan hasil ijtihad Umar yang diabadikan sampai sekarang.
e.    Kesejahteraan Umat dan Peribadatan
Pemberian gaji bagi para imam dam muadzin, pengadaan lampu penerangan dalam masjid-masjid, pendirian Baitul Mal. Dalam hal ibadah antara lain mengenai empat takbir dalam shalat jenazah, penyelenggaraan dalam shalat tarawih berjamaah, penambahan kalimat as-shalat khoirun minannaum dalam adzan shubuh.
f.    Mekanisme Meningkatkan Pemerintah Daerah
Umar melengkapi gubernurnya dalam berbagai staf yang terdiri dari katib, Katib ad-Diwan, Shahib al-Kharaj, Shahib al-Aldas, Shahib Baitul Mal, Qadhi, dll.
Dalam hal penunjukan pejabat dan pegawai-pegawai negara, Umar dianggap memiliki kearifan dan pengertian yang mendalam serta kenegarawan yang tidak ada persamaannya dalam sejarah, khususnya dalam menilai kapabilitas orang.
Umar pada masa pemerintahannya cukup banyak hal-hal baru yang ditempuhnya.  Dalam bidang munakahat, Umar menetapkan peraturan bahwa menjatuhkan talak tiga kali bermakna hukum menjatuhkan talak tiga. Selain itu, Umar melakukan perubahan atas status tanah Irak dan Syam yang didapat dari musuh menjadi tanah kharaj. Ia tidak memotong tangan pencuri pada ‘am maja’ah (masa kelaparan) dan tidak memberikan bagian kepada muallaf merupakan contoh-contoh lain dari kebijakannya sebagai kepala negara.
Menjelang akhir pemerintahannya dan juga akhir hayatnya, Umar bin Khattab membentuk dewan formatur, yang anggotanya terdiri, Ali bin Abi Thalib, Usmanbin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqaf. Di samping keenam orang ini, Umar juga menunjuk Abdullah bin Umar selaku penasihat dan tidak ditempatkan sebagai calon pengganti khalifah. Umar juga menunjuk Abu Thalhah al-Anshari dari suku Khazraj sebagai pelaksana perintahnya. Ia disuruh mengambil lima puluh orang anggota sukunya dengan pedang di tangan untuk menjaga di pintu majlis pertemuan.
Dewan formatur yang dibentuk Umar ini kemudian berhasil melaksanakan tugasnya, yakni terpilihnya Usman bin Affan. Dengan susunan dewan formatur tersebut sebenarnya sejak awal sudah dapat diduga bahwa Ali tidak akan terpilih sebagai khalifah, untuk tidak mengatakan mustahil terpilih.  Pembentukan dewan formatur ini sesungguhnya merupakan wujud “kecerdikan” Umar, yang tidak menghendaki peristiwa Saqifah terulang. Dalam pandangan Umar, di antara keenam anggota dewan itu hanya Ali yang dianggap ideal sebagai pemimpin. Secara pribadi, Umar cenderung memilih Ali, namun menunjuk Ali secara langsung seperti yang dilakukan Abu Bakar kepada dirinya mengandung resiko besar.

3.    Pemerintahan Usman bin Affan

Usman bin Affan bin al-‘Ash bin Umayyah bin Abd Syam bin Abd Manaf bin Qushayy bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib.  Sebagaimana para pendahulunya, Usman bin Affan berusaha menerapkan siyasah syar’iyyah sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi selama masa pemerintahannya,  sesuai dengan janji yang diminta Abdurrahman bin Auf ketika akan dibai’at, dan berjalan cukup efektif khususnya pada masa enam tahun pertama pemerintahannya. Di samping melanjutkan kebijakan Abu Bakar dan Umar, banyak pula hal lain yang dilakukan selama masa-masa ini seperti perluasan wilayah, penaklukan-penaklukan negeri, perluasan masjid, pembangunan sarana-sarana umum, penyusunan mushaf, dan lain-lain.
Namun seiring dengan perjalanan waktu, Usman mulai “dikelilingi dan dikendalikan” kaum kerabatnya terutama kalangan bani Umayyah, para kaum thulaqa yang masuk Islam dalam kondisi yang tidak berdaya berhadapan dengan pasukan Rasulullah yang sedang berada dalam puncak keberhasilannya pada waktu fathu Makkah.  Karena kebijakan Usman dalam menjalankan pemerintahan diarahkan dan dikendalikan mereka, maka banyak yang menyimpang dari ajaran al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang akibatnya membawa malapetaka bagi umat Islam bahkan bagi Usman sendiri.
Usman sangat berbaik hati kepada kerabat-kerabatnya yakni dengan memberikan uang, fasilitas, jabatan-jabatan penting, dan gaji besar dari yang diambil dari Baitul Mal. Inilah nepotisme pertama dalam sejarah pemerintahan Islam, dan karena nepotismenyalah maka Usman kehilangan nyawanya. Ketika kekuasaan itu telah berpusat di satu tangan, maka berlakulah adagium Lord Acton, “power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutely”. Para pejabat pemerintahan Usman banyak melakukan tindakan sewenang-wenang, yang menimbulkan ketidakpuasan dan protes rakyat banyak serta menimbulkan kepahitan para sahabat senior terutama para ahli Badar. Sesungguhnya yang menimbulkan protes bagi rakyat dan para sahabat senior bukan semata-mata penumpukan kekuasaan pada keluarga Bani Umayyah, tetapi karena perilaku para pejabatnya yang banyak bertentangan dengan ajaran Islam.

4.    Pemerintahan Ali bin Abi Thalib

Setelah Usman meninggal dunia, ketika itu tiada pilihan lain untuk dijadikan khalifah penerus Usman kecuali Ali bin Abi Thalib. Secara aklamasi, Ali dibai’at oleh anggota “dewan formatur” bentukan Umar yang masih ada, kemudian diikuti secara umum oleh umat Islam di Masjid Nabawi. Segera setelah memegang tampuk kepemimpinan, naluri dan visi idealisme Qur’ani Ali mulai dicanangkan. Ali menyingkirkan para pejabat korup dan penindas rakyat serta menyelidiki kekayaan baitul maal yang telah diambil secara haram.
Pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, situasi politik sedang bergejolak, tentu saja, situasi demikian tidak memungkinkan khalifah untuk mengupayakan pengaturan dan pengarahan kehidupan umat secara leluasa. Pada masa ini terjadi peperangan antar muslim. Sekalipun khalifah telah berusaha mempersatukan umat, namun situasi politik semakin memburuk.
Abdul Halim Mahmud mengatakan, “pada masa kekhalifahan Ali yang singkat, beliau berusaha untuk membimbing manusia menuju akhirat, tetapi mereka mengarah menuju dunia. Ali selalu dihadapkan pada pertentangan dan peperangan. Meskipun demikian, Ali berusaha menjalankan pemerintahan sesuai dengan sunnah Rasulullah, melanjutkan kebijakan dari para khalifah sebelumnya, mereformasi pemerintahan, meletakkan dasar-dasar gramatika bahasa Arab, memberikan khotbah-khotbah tentang ilmu agama, retorika, falsafah, dan tentang kewajiban manusia kepada Tuhan.
Ali juga masih sempat memperkenalkan dan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, mengatur keamanan negara, membentuk lembaga-lembaga seperti lembaga keuangan umum, pengadilan, tentara,  demikian juga strategi pada perang Siffin. Ia memerintahkan pasukannya agar tidak mundur dari medan perang.





PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari keempat khalifah tersebut memiliki karakter pemerintahan yang sama yaitu sesuai dengan sunnah Rasullullah, namun karena sosial budaya menyebabkan adanya perbedaan karakter dari keempat khalifah tersebut. Banyak hal yang dihadapi mereka yang tidak ada pada masa Nabi. Namun, mereka pun melakukan ekspansi wilayah dan melakukan kebijakan-kebijakan yang membawa umat Islam menjadi lebih baik.

B.    Saran
Demikianlah makalah tentang “Potret Pemerintahan Khulafaur Rasyidin” yang dapat kelompok kami sampaikan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak kesalahan. Untuk itu kami mohon maaf dan kritikannya yang membangun untuk perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat.  Amin.
DAFTAR PUSTAKA

Djazuli, H.A, Fiqh Siyasah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Haikal, Muhammad Husain, Biografi Abu Bakar as-Shiddiq.trj. Abdul Kadir Mahdamy, Jakarta: Qisthi Press, 2007.
HR, Ridwan, Fiqih Politik Gagasan, Harapan dan Kenyataan, Yogyakarta: FH UII PRESS, 2007.
Mashudi dan Ahmad Nadhori, .Potret Hukum dan Keadilan, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2008.

 


EmoticonEmoticon