Rabu, 09 November 2016

Pengembangan Psikologis Kreatifitas Anak

Pengembangan Psikologis Kreatifitas Anak Materi Lengkap
Pengembangan Psikologis Kreatifitas Anak Materi Lengkap

 

BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang


Atas dasar pertimbangan, pembahasannya adalah perkembangan kreatifitas dan psikologi anak yang menjadi tolak ukur pendidikan dan pengembangan terhadap anak, yang menjadi penerus masa depan bangsa ini.

Dasar yang menjadikan terciptanya sumber daya manusia yang kreatif dan kognitif dan membangun masyarakat yang penuh dengan kasih sayang dan dapat menseragamkan pendidikan anak dalam bidangnya, sehingga bisa menjadikan anak yang kreatif, inteligen dan berkembang dengan baik. Memberikan pengarahan kepada orang tua dalam merawat dan mendidik seorang anak, karena keluarga adalah lembaga pendidikan pertama kali yang di temui oleh seorang anak yang baru lahir ke dunia ini.

Dalam hal ini psikologis atau kejiwaan seorang anak sangat penting untuk di fahami dalam cara-cara mendidiknya yang memerlukan kesabaran dan toleransi yang sangat tinggi.


1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian psikologi dan cabang-cabang psikologi?

2. Bagaimana psikologi perkembangan?

3. Bagaimana psikologi perkembangan anak dan pengertianya?

4. Apa yang dimaksud dengan kreatifitas dan inteligensi?

5. Bagaimana cara mengetahui dan memahami perkembangan anak seorang anak?



1.3 Tujuan

2. Untuk mengenal psikologi dan cabang-cabangnya

3. Untuk mengenal dan memahami psikologi perkembengan

4. Agar mengerti psikologi perkembangan anak

5. Untuk memahami kreatifitas dan inteligensi

6. Agar mampu memahami perkembangan psikologis untuk bisa membuat anak yang kreatif dan inteligen



BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian Psikologi dan Jiwa


Sebagaimana halnya istilah-istilahi ilmiah dan kefilsafatan, istilah inipun kita peroleh dari yunani. Yaitu dari kata psyche yang berarti “jiwa” dan logos yang berarti “ilmu”. Jadi secara harfiah, psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari ilmu-ilmu tentang kejiwaan.

Begitulah, untuk rentang waktu yang relatif lama, terutama ketika psikologi masih merupakan bagian atau cabang dari filsafat, psikologi diartikan seperti pengertian tersebut. “Pada masa lampau,” demikian kata Paul Mussen dan Mark R. Rosenzwieg dalam buku mereka, Pyschology an Introduction, “psikologi diartikan ilmu yang mempelajari mind (pikiran), namun dalam perkembanganya, kata mind berubah menjadi behavior (tingkah laku), sehingga psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia (Mussen dan Rosenzwieg, 1975:5).

A. Ilmu jiwa itu merupakan istilah bahasa Indonesia sehari-hari dan yang dikenal setiap orang, sehingga kami pun menggunakanya dalam artinya yang luas dan telah lazim di pahami orang. Adapun kata psikologi merupakan istilah ilmu pengetahuan, suatu istilah yang scientific, sehingga pergunakan untuk menunjukan pengetahuan ilmu jiwa yang bercorak ilmiah tertentu.

B. Ilmu jiwa kami gunakan dalam arti yang lebih luas dari arti psikologi. Ilmu jiwa meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, dan juga segala khayalan spekulasi mengenai jiwa itu. Psikologi meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang secara sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi syarat-syaratnya seperti yang dimufakati para sarjana psikologi pada zaman sekrang ini.

Dari kutipan panjang ini, dapat diambil kesimpulan bahwa apa saja yang disebut ilmu jiwa belum tentu psikologi, sebaliknya apa yang disebut psikologi itu juga termasuk ilmu jiwa.

2.2 Cabang-cabang Ilmu Psikologi Umum

Sebenarnya psikologi merupakan sebuah ilmu yang memiliki cakupan yang luas, artinya selain ilmu psikologi umum (general psychology), masih ada cabang-cabang psikologi lain yang secara khusus mempelajari bagian tertentu. Adapaun sebagaian dari cabang psikologi umum antara lain:

A. Psikologi perkembangan (developmentpsychology)


Psikologi perkembangan ialah bagian psikologi yang secara khusus mempelajari pertumbuhan dan perkembangan aspek fisik, kognitif maupun psikososial manusia sejak masa konsepsi sampai kematianya. atau melakukan kegiatan kelompok yang semuanya sudah ditentukan aturan mainya. Bahkan dalam kehidupan pribadi dan keluarga tampakkecenderungan kuat ke arah penstereotipan (klise), seakan-akan perilaku orisinal atau “lain dari pada yang lain” dirasakan sebagai sesuatu yang aneh bahkan dapat berbahaya. Kemajuan teknologi yang meningkat disatu pihak dan ledakan pendudukan disertai berkurangnya persediaan sumber-sumber alami di lain pihak, lebih lagi menuntut adaptasi secara kreatif dan kemampuan untuk mencari pemecahan yang imajinatif.

3. Kendala dalam Pengembangan Kreatifitas


Salah satu kendala konseptual utama terhadap studi kretifitas adalah pengertian tentang kreatifitas sebagai sifat yang diwarisi oleh orang yang berbakat luar biasa atau jenius. Kreatifitas diasumsikan sebagai sesuatu yang dimiliki atau tidak dimiliki, dan tidak banyak yang dapat dilakukan melalui pendidikan untuk mempengaruhinya.

Sebab utama lain dari kurangnya perhatian dunia pendidikan dan psikologi terhadap kreatifitas terletak pada kesulitan merumuskan konsep kreatifitas itu sendiri. Sekarang hampir setiap orang, mulai dari orang awam, pemimpin lembaga pendidikan, manajer perusahaan sampai dengan pejabat pemerintah, berbicara tentang pentingnya kreatifitas dikembangkan di sekolah, dituntut dalam pekerjaan, dan diperlukan untuk pembangunan.

Sebab lain dari kelalaian terhadap masalah pengembangan kreatifitas adalah metodologis. Penggunaan model stimulus-response dalam teori belajar merupakan sebab lain dari kurangnya perhatian psikologi dan pendidikan terhadap masalah kreatifitas. 

4. Hubungan Kreatifitas-Intelegensi


Salah satu masalah yang selau menarik perhatian para pakar dan masyarakat pada umumnya ialah hubungan antara intelegensi dan kreatifitas. Apakah orang yang itelegensinya tinggi juga kreatif, atau apakah orang yang kreatif selalu mempunyai intelegensi yang tinggi?

Guilford dengan pidatonya yang terkenal pada tahun 1950 memberi perhatian terhadap masalah kreatifitas dalam pendidikan, menyatakan bahwa pengembangan kreatifitas ditelantarkan dalam pendidikan formal, padahal amat bermakna bagi pengembang potensi anak secara utuh dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan seni budaya, kemudian dengan diajukanya model struktur intelektual, tampak perhatian terhadap kreatifitas, termasuk hubungan antara kreatifitas dan intelegensi sangatlah meningkat, khususnya sejauh mana intelegensi berpengaruh terhadap kreatifitas seseorang. Model struktur intelek membedakan antara berpikir konvergen dan divergen. kemapuan berpikir konvergen mendasari tes intelegensi tradisional dan kemampuan berpikir divergen merupakan indikator dari kreatifitas.

Pertanyaan yang timbul ialah, apakah kreatifitas (sebagaimana diukur oleh kreatifitas atau tes berpikir divergen) merupakan aspek dari fungsi kognitif yang dibedakan dari pengertian tradisional mengenai intelegensi umum?

Sehubungan dengan masalah dimensionalitas intelegensi-kreatifitas, dalam penelitian Utami Munandar (1977) dari hasil studi korelasi dan analisis faktor membuktikan tes kreatifitas sebagai dimensi fungsi kognitif yang relatif bersatu yang dapat dibedakan dari tes intelegensi, tetapi berpikir divergen (kreatifitas) juga menunjukan hubungan yang bermakna dengan berpikir konvergen (intelegensi).

5. Peran Intelegensi dan Kreatifitas Anak Terhadap Prestasi Sekolah


Masalah dimensionalitas kreatifitas dan intelegensi adalah masalah peranan kreatifitas dan itelegensi dalam prestasi di sekolah. Makin banyak peneliti yang bersibuk diri dengan masalah tersebut dan bagaimana implikasinya terhadap pendidikan.

Torrance (1959), Getzels dan Jackson (1962), dan Yamamoto (1964) berdasarkan studinya masing-masing sampai pada kesimpulan yang sama, yaitu bahwa kelompok siswa yang kreatifitasnya tinggi tidak berbeda dengan prestasi sekolah dari kelompok siswa yang iteligensinya relatif lebih tinggi. Torrance mengajukan hipotesis bahwa daya imajinasi, rasa ingin tahu, dan orisinalitas dari subjek yang kreatifitasnya tinggi dapat mengimbangi kekurangan dalam daya ingatan dan faktor-faktor lain yang diukur oleh tes intelegensi tradisional. Peneliti Utami Munandar (1977) terhadap siswa SD dan SMP menunjukan bahwa kreatifitas sama pentingnya seperti inteligensi sebagai prediktor dari prestasi sekolah. Jika efek dari inteligensi dieliminasi, hubungan antara kreatifitas dan prestasi sekolah tetap subtansial. Adapun kombinasi dari inteligensi dan kreatifitas lebih efektif lagi sebagai prediktor prestasi sekolah daripada masing-masing ukuran sendiri. Implikasinya terhadap pendidikan ialah bahwa untuk tujuan sleksi dan identifikasi bakat sebaiknya menggunakan kombinasi dari tes inteligensi dan tes kreatifitas.

6. Sikap Kreatif Sebagi Non-Aptitude Trait dari Kreatifitas

Bidang perhatian yang lebih lanjut menyangkut masalah Non-Aptitude Trait dari kreatifitas dan sejauh mana sumbanganya terhadap kinerja (performance) kreatif.

Secara umum dapat diterima bahwa produktifitas kreatif merupakan perubahan (variabel) yang majemuk meliputi faktor sikap, motivasi dan tempramen disamping kemampuan kognitif. Pentingnya atribut kepribadian tertentu yang menjadikan seseorang unggul telah menjadi objek pembahasan macam-macam studi. Studi dari Roe (1959), MacKinnon (1962), dan Cattell (1968) semua menunjukan bahwa profil kepribadian dari tokoh-tokoh yang unggul kreatif berbeda dari profil kepribadian orang rata-rata.

Dalam studi-studi faktor analisis seputar ciri-ciri utama dari kreatifitas, Guilford (1959) membedakan antara aptitude dan non-aptitude trait yang berhubungan dengan kreatifitas. Ciri-ciri aptitude dari kreatifitas (berpikir kreatif) meliputi kelancaran, kelenturan (fleksibelitas), dan orisinalitas dalam berfikir, dan ciri-ciri ini dioprasionalisasikan dalam tes berpikir divergen.

Namun produktifitas kreatif tidak sama dengan produktifitas divergen. Sejauh mana seseorang mampu menghasilkan prestasi kreatif ikut ditentukan oleh ciri-ciri non-aptitude (afektif).


7. Sikap Orang Tua dan Guru Mengenai Kreatifitas

Tak seorang pun akan mengingkari bahwa kemampuan-kemampuan dan ciri-ciri kepribadian sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti keluarga dan sekolah. Kedua lingkungan pendidikan ini dapat berfungsi sebagai pendorong (press) dalam pengembangan kreatifitas anak.

Dalam masa sekarang dengan kemajuan dan perubahanyang begitu cepat dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, pendidikan tak mungkin dapat meramalkan dengan tepat macam pengetahuan apa yang dibutuhkan seorang anak lewat sepuluh tahun atau lebih untuk dapat menghadapi masalah-masalah kehidupan apabila ia dewasa.

Kreatifitas adalah hasil dari interaksi antara individu dengan lingkunganya. Seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada, dengan demikian baik perubah di dalam individu maupun di dalam lingkiungan dapat menunjang atau dapat menghambat kreatif. Implikasinya ialah bahwa kemapuan kreatif dapat ditingkatkan melalui pendidikan.

Dasar pertimbangan yang berkaitan dengan pengembangan kratifitas anak berbakat dapat diintisarikan sebagai berikut:

a) Masih sangat kurang pelayanan pendidikan khusus bagi anak berbakat sebagai sumber daya manusia berpotensi unggul yang apabila diberi kesempatan pendidikan sesuai dengan potensinya, dapat memberikan kontribusi yang bermakna kepada masyarakatnya. Akibatnya banyak anak berbakat berprestasi di bawah potensi mereka.

b) Dalam pelayanan pendidikan anak berbakat, pengembangan kreatifias sebagai salah satu faktor utama yang menetukan keberbakatan merupakan suatu tuntunan.

c) Dewasa ini tampak adanya kesenjangan antara kebutuhan akan kreatifitas dan perwujudanya di dalam masyarakat pada umumnya, dan khususnya dalam pendidikan di sekolah.

d) Pendidikan di sekolah lebih berorientasi pada pengembangan inteligensi (kecerdasan) dari pada pngembangan kreatifitas, sedangkan keduanya sama pentingnya untuk mencapai keberhasilan dalam belajar dan dalam hidup.

e) Pendidik (guru dan orang tua) masih kirang dapat memahami arti kreatifitas (yang meliputi aptitude dan non-aptitude traits) dan bagiman mengembangkanya pada anak dalam tiga lingkungan pendidikan: di rumah, di sekolah, dan diu dalam masyarakat.

f) Masih banyak kendala baik secara makro (masyarakat dan kebudayaan) maupun mikro (dalam keluarga, sekolah, dan pekerjaan) terhadap pengembangan kreatifitas.

BAB III

LANDASAN TEORI


3.1 Kreatifitas

A. Pengertian Kreativitas

Secara istilah kreatifitas adalah kemampuan seseorang untuk mencipta yang ditandai dengan orisinilitas dalam berekspresi yang bersifat imajinatif. kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta, perihal berkreasi dan kekreatifan. Menurut James J. Gallagher dalam Yeni Rachmawati (2005:15) mengatakan bahwa “Creativity is a mental process by which an individual cratesnew ideas or products, or recombines existing ideas and product, in fashion thatis novel to him or her “ (kreatifitas merupakan suatu proses mental yang dilakukan individu berupa gagasan ataupun produk baru, atau mengkombinasikan antara keduanya yang pada akhirnyakan melekat pada dirinya).

B. Dasar Pertimbangan untuk Pengembangan Kreatifitas Anak




1. Hakikat Pendidikan

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya kepada pserta didik.



2. Kebutuhan dan Kreatifitas

Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreatifitas sangatlah terasa. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa saat ini kita semua terlibat dalam ancaman maut akan kelangsungan hidup. Kita menghadapi macam-macam tantangan, baik dalam bidang ekonomi, kesehatan, politik, maupun dalam bidang budaya sosial.

Peningkatan otomatis dalam perusahaan modern mempunyai dampak bahwa tidak diperlukan lagi pengambilan keputusan perorangan, dan pemikiran konstruktif dalam bekerja hanya pada jabatan-jabatan tertentu saja. Perpanjangan waktu luang memerlukan penyaluran energi keusaha atau kegiatan kreatif, namun yang biasanya kita lihat ialah bahwa sesudah bekerja orang cenderung mengikuti hiburan (entertainment) secara pasie



BAB IV

PENUTUP


A. Kesimpulan
Psikologi Sebagaimana halnya istilah-istilahi ilmiah dan kefilsafatan, istilah inipun kita peroleh dari yunani. Yaitu dari kata psyche yang berarti “jiwa” dan logos yang berarti “ilmu”. Psikologi memiliki banyak sekali cabang-cabang atau bagian dari ilmu psikologi, antara lain: psikologi perkembangan, psikologi pendidikan, psikologi kepribadian, psikologi industri dan organisasi, psikologi sosial, psikologi klinis dan psikologi kesehatan.

Yang menjadi pembahasan dalam susunan ini tentang psikologi perkembangan anak yang memacu untuk mendidik anak-anak menjadi kreatif dalam berfikir dan melakukan segala hal, dan masa-masa yang meliputi pendidikan dalam kehidupan yang berinisiatif menjadikan anak yang kreatif dan inteligensi.

Dengan adanya kreatifitas yang mempunya pengerian secara istilah ialah kemampuan seseorang untuk mencipta yang ditandai dengan orisinilitas dalam berekspresi yang bersifat imajinatif. Dan tidak akan lepas dari perkembanganya dalam menjadi sebuah kinerja bakat dan kemampuan yang terdapat pada seorang anak yang memiliki sebuah kreatifitas dari semasa kecil.



B. Saran

1. Pembaca harus lebih mengkaji lagi tentang pembahasan ini
2. Kami harap pembaca bisa Mengetahui lebih dalam tentang Psikologi dan perkembangan kreatifitas anak.
3. Agar pembaca bisa mengerti tentang perkembanganya psikologis pada anak.




DAFTAR PUSTAKA


Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan. (Bandung: PT. Refika Aditama) Bandung, 2007.
Fine, M. J dan Carson, C. Handbook of Family-School Intervention. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar) Yogyakarta, 1992.
Dep P & K. Kurikulum Pendidikan Dasar, Landasan Program dan Pengembangan. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) 1993.
Munandar, Utami. Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat. (Jakarta: PT. Rineka Cipta) Jakarta. 2012.
Rapar, J. H. Pengantar Filsafat. (Yogyakarta: Kansius). Yogyakarta. 2000.


EmoticonEmoticon